Wednesday, December 28, 2022

Brongsong

 Sepertinya semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya Pola asuh yang terbaik, makanan yang terbaik, menciptakan lingkungan yang terbaik, memberikan pendidikan yang terbaik... apapun yang terbaik menurut orang tua. Tentu saja terbaik di sini bisa jadi berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung kemampuan orang tuanya, tergantung latar belakang dan lain sebagainya. 

Sebagai orang tua yang tinggal di Indonesia, yang juga sering berkumpul dengan orang tua lainnya saat ada acara di sekolah anak... aku rasa  sudah cukup pantas menyebut diriku sendiri  berpengalaman menghadapi perbedaan pandangan orang tua lain tentang cara kita mendidik/ memperlakukan anak. Tau kan... rasanya dijulidin ibu ibu lain yang sok membanding-bandingkan anaknya dengan anak kita... atau membanding bandingkan cara dia mengasuh anak dengan cara kita? uuh, toxic banget kalo kita gak siap dengan orang orang macam itu. 

Menjengkelkan memang, mendengarkan pendapat mereka yang nyinyir. Seperti yang terjadi 6 bulan lalu, saat kami para orang tua siswa kelas 6 SD yang dibingungkan soal sekolah lanjutan berikutnya. Pilih sekolah, menyiapkan berkas, apalagi soal peliknya perjuangan menghadapi sistem zonasi. 

"Anakmu mendaftar kemana?"

"Jadi sekolah dimana setelah ini?"

Pertanyaan macam itu jadi topik paling hangat, disamping bahan ghibah lainnya. Alhamdulillah aku sih gak pake bingung zonasi karena sudah mantab masukin anak ke pondok pesantren. Keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan bertahun tahun, dan survey sana sini yang gak sebentar. Belom lagi mempersiapkan mental anak (dan mental orang tuanya juga). Nah, ternyata keputusan ini bisa jadi bahan nyinyiran juga. 

"Kok tega sih masukin anak ke pesantren? Ntar kalo di pesantren jadi korbannya Mas Bechi gimana?

"Ya ampuun.... jaman sekarang masih ke pesantren? mau jadi apa?"

"Trus nanti di pesantren gimana tuh bakatnya Dija? gak sayang apa sama les musiknya selama ini? gimana les baletnya .. kan udah grade 4 ?"

"kalo aku sih... gak akan rela melepaskan momen momen penting sama anakku. Aku sih mau mendampingi anakku terus... waktu sama anak cuma sebentar lho, tau tau udah gedhe. Apa gak nyesel gak ada di samping anak?"

"hey, gak salah tuh masuk pensantren? Waktu bersama anak tuh berharga lho, gak bisa terulang . Kok malah dibuang di pesantren?"

bla bla bla ...

dan masih banyak lagi.... 



Biasanya aku diem aja. Gak merasa perlu jawab apa apa. Terbaik versiku, belum tentu terbaik versimu. Lakum dinukum waliyadin lah...  

tapi ada kalanya, gak tahan juga jawab nyinyiran itu. 


"eh tau gak ... Kakek dan nenekku dulu adalah petani. aku dulu diajari cara brongsong buah, Kalo kita mau panen buah yang bagus, buahnya harus di brongsong (dibungkus), biar gak digigit serangga, gak kena panas atau hujan dan gangguan lain. Nah, aku masukin anak ke pesantren juga dalam rangka membrongsong anakku. nanti kalo sudah waktunya panen, insyaallah anakku jadi buah yang  jauuuuhhh lebih bagus daripada buah buah yang gak dibrongsong"


( Aaaamiiin )

3 comments:

  1. Mantap Jiwa, Ola.

    Emang yang bikin beda antara alumni pondok sama yang alumni sekolah itu bungkusnya. ritual daily life santri itu isinya pahala tok, Ola. dari tahajud, duha, ngaji quran, ngaji kitab, shalawatan, gitu terus tiap hari. numpuk-numpuk bekalnya buat di akhirat nanti. terus juga terhindar dari dosa TV, tiktok, HP, ngebantah ortu, dll.

    Memang, sih, anak pondok skill nya (kayak komputer, musik, IPA, MTK) bakal kalah sama anak sekolah formal. tapi, kan, di akhir nanti, kan, ada yang namanya akhirat. akhirat itu gak liat piala olimpiade. akhirat liat pahala.

    Gracias, Ola, sudah teguh pendirian. we are proud of you. we admire you.

    (bagaimanapun, tiap orang punya opini dan subjektivitas masing-masing)

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah Dija sudah masuk pesantren. Aku bisa menemukan foto Dija di tengah teman temannya.

    Setiap orang tua tentu punya pertimbangan masing-masing untuk kelanjutan sekolah anaknya. Saya juga sering mendapatkan masukan sebaiknya anak sekolah dimana (udah mau masuk SD), tapi kami juga memiliki pertimbangan sendiri dalam memilih sekolah, serta hasil diskusi dengan anak. Jadi Elsa santai saja, Insyaa Allah Dija akan jadi anak sholehah yang cerdas, tak hanya membanggakan orang tuanya tapi agamanya. Aaamiin

    ReplyDelete
  3. Ibu ibu zaman sekarang memang gitu ya. Anak mau masuk pesantren juga di kepo in. Padahal orang tua pasti punya pertimbangan kenapa anaknya masuk pesantren.

    ReplyDelete

jangan lupa baca Basmalah sebelum komen...
"Bismillahirrahmanirrahiiiiiiim......"

and please, ANONYMOUS is not allowed.