Sudah nonton “An Inconvenient Truth”nya Al Gore? Hhm, jadi merasa bersalah gitu ya, sudah bersikap semena-mena terhadap bumi kita tercinta ini.
Tadi ketika buka toko pagi-pagi, pegawe toko sebelah sedang duduk-duduk di halaman tokoku, sambil menunggu toko mereka buka. Kebetulan aku membawa sebungkus salak. Tanpa berpikir panjang, aku berikan salak-salak itu ke mereka. Yah daripada bengong nungguin, ntar ujung-ujungnya ngegosipin mayangsari vs halimah, mendingan makan salak atuh! Kan lebih sehat dan bergizi.
Setelah aku masuk toko, mengecek beberapa hal, aku keluar lagi ke teras toko untuk menyapu, karena sejak subuh tadi hujan lebat. Terasku jadi kotor. Aku melirik para pegawe toko sebelah yang asyik ngerumpi sambil makan salak. Kelihatannya mereka sangat menikmatinya. Dan karena saking nikmatnya.... juga karena lebih kepada budaya yang sudah melekat selama ini, ditambah kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan, mereka makan salak, mengupas salak dan membuang kulitnya begitu saja, tepat di bawah mereka duduk. Lama aku perhatikan..... sampai lupa menyapu teras. Mereka tetap asyik makan...juga tetap asyik membuang sampah seenak udelnya sendiri-sendiri.
Kapan kita bisa kayak Singapore yang bersihnya bukan main? Atau malaysia yang jadi jauh lebih sophisticated meninggalkan kita yang masih juga primitif....
Kalau saja aku bisa ketemu sama Pak Al Gore, aku mau minta dia supaya bikin film lagi, “An Inconvenient Truth” yang versi indonesia, dengan bahasa indonesia, dengan cara penyampaian sesederhana mungkin sehingga bisa dicerna oleh masyarakat indonesia yang...... pendidikannya tidak cukup tinggi. Seperti misalnya, abah dan ibuku tercinta saja pasti gak bakalan ngerti dengan apa yang disampaikan Pak Al Gore di film itu. So, seandainya saja Pak Al Gore bisa bikin film versi buruh pabrik, versi buta huruf, versi tukang becak, versi pedagang di pasar tradisional, versi wong cilik lah.... alangkah indahnya bumi kita ini.
Sebenarnya yang paling penting, memulainya dari diri kita sendiri. Setelah dipengaruhi Pak Al Gore, Silvy memutuskan untuk tidak menggunakan tissue, dan beralih kepada sapu tangan yang bisa dipakai berkali-kali. Keputusan yang cukup bagus untuk permulaan. Lalu dia tanya, “trus kamu apa?”
Aku jawab “Aku sudah memulai program penangkalan global warming sejak dahulu kala. Bahkan sebelum Al Gore bikin film, bahkan sebelum bumi menjadi panas”
Silvy mulai mencibir. Sadar kalau aku mulai membual.
“Iya kan? Aku ini penentang sejati penggunaan AC untuk rumah!” bukankah itu sungguh mulia? Hehehehehee..... emang bener. Di rumah, semua kamar sudah dipasang AC. Kecuali kamar tidurku. Karena memang aku gak suka pakai AC. Tidak sehat, meski sejuk. Aku lebih suka membuka jendela kamarku lebar-lebar...membiarkan udara bebas keluar masuk.
“yeee....bukan penentang!! Tapi emang gak tahan dingin!” hehehehe...betul juga kata silvy. Emang aku gak tahan dan antipati dingin. Sebisa mungkin menghindar kalau disuruh menginap di malang, sudah kapok kalo disuruh ke bromo lagi. Kalau ibu masih bermimpi pegang salju, aku sudah gak punya mimpi ketemu salju.
Well anyway, insyaAllah selamanya aku penentang AC untuk rumah (tapi tidak untuk mobil, hehehehehe). Sementara cuman itu yang konsisten. Aku belom bisa mengganti tissue dengan sapu tangan, atau mengurangi penggunaan tas kresek. Tapi akan kupikirkan cara lain untuk menunjukkan cintaku pada bumi. Tunggu aja....
Tadi ketika buka toko pagi-pagi, pegawe toko sebelah sedang duduk-duduk di halaman tokoku, sambil menunggu toko mereka buka. Kebetulan aku membawa sebungkus salak. Tanpa berpikir panjang, aku berikan salak-salak itu ke mereka. Yah daripada bengong nungguin, ntar ujung-ujungnya ngegosipin mayangsari vs halimah, mendingan makan salak atuh! Kan lebih sehat dan bergizi.
Setelah aku masuk toko, mengecek beberapa hal, aku keluar lagi ke teras toko untuk menyapu, karena sejak subuh tadi hujan lebat. Terasku jadi kotor. Aku melirik para pegawe toko sebelah yang asyik ngerumpi sambil makan salak. Kelihatannya mereka sangat menikmatinya. Dan karena saking nikmatnya.... juga karena lebih kepada budaya yang sudah melekat selama ini, ditambah kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan, mereka makan salak, mengupas salak dan membuang kulitnya begitu saja, tepat di bawah mereka duduk. Lama aku perhatikan..... sampai lupa menyapu teras. Mereka tetap asyik makan...juga tetap asyik membuang sampah seenak udelnya sendiri-sendiri.
Kapan kita bisa kayak Singapore yang bersihnya bukan main? Atau malaysia yang jadi jauh lebih sophisticated meninggalkan kita yang masih juga primitif....
Kalau saja aku bisa ketemu sama Pak Al Gore, aku mau minta dia supaya bikin film lagi, “An Inconvenient Truth” yang versi indonesia, dengan bahasa indonesia, dengan cara penyampaian sesederhana mungkin sehingga bisa dicerna oleh masyarakat indonesia yang...... pendidikannya tidak cukup tinggi. Seperti misalnya, abah dan ibuku tercinta saja pasti gak bakalan ngerti dengan apa yang disampaikan Pak Al Gore di film itu. So, seandainya saja Pak Al Gore bisa bikin film versi buruh pabrik, versi buta huruf, versi tukang becak, versi pedagang di pasar tradisional, versi wong cilik lah.... alangkah indahnya bumi kita ini.
Sebenarnya yang paling penting, memulainya dari diri kita sendiri. Setelah dipengaruhi Pak Al Gore, Silvy memutuskan untuk tidak menggunakan tissue, dan beralih kepada sapu tangan yang bisa dipakai berkali-kali. Keputusan yang cukup bagus untuk permulaan. Lalu dia tanya, “trus kamu apa?”
Aku jawab “Aku sudah memulai program penangkalan global warming sejak dahulu kala. Bahkan sebelum Al Gore bikin film, bahkan sebelum bumi menjadi panas”
Silvy mulai mencibir. Sadar kalau aku mulai membual.
“Iya kan? Aku ini penentang sejati penggunaan AC untuk rumah!” bukankah itu sungguh mulia? Hehehehehee..... emang bener. Di rumah, semua kamar sudah dipasang AC. Kecuali kamar tidurku. Karena memang aku gak suka pakai AC. Tidak sehat, meski sejuk. Aku lebih suka membuka jendela kamarku lebar-lebar...membiarkan udara bebas keluar masuk.
“yeee....bukan penentang!! Tapi emang gak tahan dingin!” hehehehe...betul juga kata silvy. Emang aku gak tahan dan antipati dingin. Sebisa mungkin menghindar kalau disuruh menginap di malang, sudah kapok kalo disuruh ke bromo lagi. Kalau ibu masih bermimpi pegang salju, aku sudah gak punya mimpi ketemu salju.
Well anyway, insyaAllah selamanya aku penentang AC untuk rumah (tapi tidak untuk mobil, hehehehehe). Sementara cuman itu yang konsisten. Aku belom bisa mengganti tissue dengan sapu tangan, atau mengurangi penggunaan tas kresek. Tapi akan kupikirkan cara lain untuk menunjukkan cintaku pada bumi. Tunggu aja....
ya aq setuju ma kmu, aq aja dah 3 bulan ini kemana2 naek sepeda engkol (kaya jaman sekolah dulu hehe...) yah baru itu yg bisa aq lakukan untuk bumiku tercinta... :D keep save our earth, 'n keep green life
ReplyDeleteSama Elsa...ku blm bisa menggantikan tissu dgn sapu tangan...klo hal lain okelah...buang sampah pada tempatnya wajjjjjjjiiiiiiiiiibbbbb.....seandainya saja org2 di Indonesia kayak kita ya Elsa...buang sampah pada tempatnya tentu Indonesia akan bersih terawat...hehehehehe.....g'r.com
ReplyDeleteakhirnya bisa juga menempati di posisi ke 2 dalam koment.... ;)
ReplyDeleteslm knl mbak. postingan yg bagus
ReplyDeletekeren lah mbak artikelnya. sangat bagus
ReplyDeletebismillah slm knl.
ReplyDelete