CERBUNG DASRUN PART 4
Lutut Siti mendadak lemas mengetahui suaminya kehilangan dompet. itu artinya lenyap sudah gaji sebulan. Padahal seharusnya ini adalah moment yang membahagiakan untuknya, untuk anak dan tentu saja untuk suaminya. Jauh jauh hari Rama, anaknya, sudah berencana pergi ke pasar malam dan membeli helicopter mainan. 2 hari yang lalu bahkan keinginan itu terbawa dalam mimpinya.
Siti melihat suaminya yang kebingungan.
Basah keringat yang menempel di ketiak kemeja kerjanya belumlah kering. Peluh di dahinya juga belom sempat dia seka.Sekarang harus ditambah lagi rasa kebingungan karena uang itu hilang.
950 ribu...
sangat besar untuknya dan Sang Suami.
Ia mencari tempat duduk, karena lututnya mulai gemetar. menutup mata karena mendadak semuanya menjadi gelap....
di telinga, terngiang ngiang suara mendiang Emak. "Siti anakku sayang... Besok kamu akan menjadi istri Dasrun. Ikutlah kemanapun suamimu pergi. Patuhlah padanya, senangkan hatinya, terima apapun yang dia berikan padamu. Jangan sekali kali meminta atau menuntut apapun. Istri yang baik adalah istri yang sanggup mengelola rumah tangga dengan berapapun yang suami berikan. InsyaAllah, rejeki sudah diatur Tuhan. Kamu ndak usah kuatir, Emak percaya kamu bisa jadi istri yang baik"
Sosok Emak yang dirindukan Siti. dibalik senyumnya yang lucu dan polos, tersimpan kebijaksanaan yang luar biasa luasnya |
Siti seolah olah mendapatkan kekuatan baru. Ia bangkit dan memasang senyuman termanisnya. mendekati Dasrun yang masih panik, lemas dan tidak percaya kehilangan dompetnya.
Dibelainya punggung sang suami, “Mas, ndak apa apa. Itu cuma uang. Nanti pasti diganti yang lebih banyak sama Allah. Sekarang yang penting Mas Dasrun gak kenapa kenapa. Iya tho?..... Ayo Mas, makan dulu. Tadi sudah tak bikinkan sambel tempe penyet. Untung aku sempat nanam cabe ya Mas, jadi meskipun sekarang Cabe mahalnya minta ampun, kita tetep bisa bikin sambel. Ayo Mas, aku lapar juga…Kita makan sama sama?”
Dasrun menatapnya, menarik nafas panjang panjang.
Sekali lagi Siti berusaha memberikan senyumannya, berharap bisa menenangkan Sang Suami. Ia melihat mata suaminya berkaca kaca. tapi sebelum air mata itu meleleh jatuh, Dasrun sudah mendekapnya. Entah kenapa, Siti merasa sudah ikhlas kehilangan 950 ribu itu. Selama Dasrun ada untuknya, maka segalanya akan baik baik saja.
"Terima kasih ya dek..." bisik Dasrun.
Di luar rumah, terdengar suara Rama dan teman-temannya semakin dekat….
*****
Madi berjalan pelan-pelan di belakang anak-anak itu, menguntit dan mengamati sampai dimana mereka akan berhenti.
“Rama, jangan lupa lho ya… besok aku pinjam pesawat-pesawatannya!”
“Iya iya… tapi inget ya, jangan dirusakin!” balas Rama, anak yang sedari tadi membuatnya penasaran.
Anak-anak tadi berhenti di depan sebuah rumah kecil, dengan teras yang juga sangat kecil, namun dipenuhi pot pot tanaman. Ada tanaman Cabai setingi pinggang orang dewasa, ada pula tanaman tomat yang harus disangga dengan batangan kayu karena tak kuat menahan beban beberapa buah tomat ranum yang masih menggantung. Di sebelahnya ada Kemangi dan Kenikir. Lalu ada tanaman anggur yang merambat melalui tiang sampai ke atas teras mendekati genting rumah yang tidak terlalu tinggi. Masih ada beberapa gerombol anggur hijau yang masih sangat muda.
Jika sudah masak, Rama suka membagi-bagikan anggur ini ke teman dan tetangga |
Madi masih mengawasi tak jauh dari rumah itu, tempat Rama berhenti, dan teman-temannya meninggalkannya. “Jadi ini rumahnya…” batin Madi.
Belum jauh anak-anak yang lain berjalan, keluar seorang wanita manis dari rumah kecil itu. “Alhamdulillaaah anakku sudah selesai mengaji…” sambutnya pada Rama.
Si anak tersenyum lebar melihat Ibunya di depan pintu. “Assalamualaikum Bu… nanti kita jadi ke pasar malam kan??”
Madi serasa disambar petir……
Dia mengenal wanita manis itu.
*****
“Sudah Mas, nanti dilihat Rama lho… tuh Rama sudah pulang” Siti berusaha melepaskan pelukan Dasrun, meskipun dalam hatinya ia tak ingin pelukan hangat suaminya harus berakhir. Kalau saja dunia ini hanya milik mereka berdua, maka Siti memilih untuk menghabiskan seluruh sisa hidupnya dalam pelukan Dasrun.
Dasrun terseyum nakal “Biar saja Rama tahu….” Dia makin erat mendekap Siti, istrinya yang bertubuh mungil, tubuhnya selalu wangi meskipun dia tak pernah mampu membelikan Siti parfum.
“Ehh..malu ah…” Siti melepaskan diri, dan langsung keluar dari kamar menuju pintu depan untuk menyambut anak semata wayangnya, Rama.
. “Alhamdulillaaah anakku sudah selesai mengaji…” sambutnya pada Rama.
Si anak tersenyum lebar melihat Ibunya di depan pintu. “Assalamualaikum Bu… nanti kita jadi ke pasar malam kan??”
“Waalaikumussalam Rama anakku sayang….”
“Jadi kan Bu?? Kita ke pasar malam?”
Siti terdiam, tak tau harus berkata apa. Tadi ia lega karena berhasil menenangkan Dasrun. Tapi kali ini, melihat mata Rama….. ia tak sanggup. Segera ia menunduk, dan memeluk Rama. Menahan air matanya agar tak terjatuh. Tapi tampaknya susah sekali….
“Bu, jadi kan?”
Siti hanya menarik nafas panjang. Ia berjuang keras mengendalikan dirinya. Mulutnya tak sanggup menjelaskan apa yang terjadi, ia benar benar tak tahu apa yang harus dia katakana nanti pada Rama.
“Ibu nangis ya?”
“Ah ndak kok, tadi Ibu ngupas bawang…” jawabnya buru buru…
“Oooh….”
“Ayo Nak, masuk dulu. Mandi ya.. sudah ditunggu Ayah. Katanya mau makan bareng Rama gitu” Siti berusaha mengalihkan perhatian Rama, menggandeng tangan kecil anaknya masuk ke rumah.
*****
Madi masih mematung di tempatnya. Ribuan halilintar hebat telah menyambarnya tadi. Ia masih tak percaya apa yang dilihatnya.
Siti.
Satu nama yang …. Madi sendiri pasti akan kebingungan jika disuruh menjelaskan siapa Siti baginya.
Ia mengenal Siti sejak masih anak-anak. Abangnya Siti, Joko, adalah sahabat karibnya. Madi bahkan sering sekali menginap di rumah Siti. Madi sangat akrab dengan seluruh keluarganya. Semenjak Bapaknya meninggal, Ibu Madi bekerja keras menggantikan peran bapaknya. Dini hari sudah berangkat berjualan di pasar. Menjelang tengah hari baru pulang ke rumah, dan tidak berhenti sampai di situ. Ibunya harus pergi lagi ke rumah Pak Haji Mu’in untuk menjadi tukang cuci disana sampai malam hari. Itulah kenapa Madi lebih sering berada di rumah Siti. Karena ia bisa main sepuasnya dengan Joko, dan bisa ikut numpang makan atau tidur disana.
Madi juga ingat betul soal Emak, yang sudah dianggapnya sebagai ibu kedua. Setiap selesai memasak, Emak selalu tak lupa memanggilnya. “Jokoo…Madiii… Sitiiii…, Ayo makan dulu….”
Bahkan Emak pula yang mengajarinya mengaji…..
Saat mereka beranjak dewasa, Joko harus pergi ke Jakarta untuk mencari kerja, dan Siti masih tetap di pesatren. Sementara Madi? Ia sempat ikut Pak Dhe nya bekerja di Malaysia, jadi buruh kasar disana. Berpindah pindah, dari satu proyek bangunan yang satu ke proyek bangunan yang lain. Pernah sekali ia tertangkap polisi diraja Malaysia, dipukuli dan ditendang-tendang karena tidak bisa menunjukkan berkas berkas yang lengkap. Ia memang illegal. Apa boleh buat. Kedua kalinya ditangkap, Madi pun ogah kembali ke Malaysia. Apa gunanya jadi budak di negeri orang?
Setelah itu, ia terdampar di Jakarta, malas pulang karena tak ada lagi yang menunggunya di kampung. Ibunya sudah lama meninggal, mungkin karena terlalu lelah bekerja mati-matian untuk Madi dan adik adiknya. Sementara adik-adiknya pun bercerai berai mencari penghidupannya sendiri.
Ia tak tahu lagi kabar Joko, Siti atau Emak…..
Sampai akhirnya… ia melihat Siti sekarang.
Madi membalikkan tubuhnya… bergegas pergi dari situ. Ia berlari…. Di dadanya ada perang batin yang lebih dahsyat dari semua perang yang pernah terjadi di bumi ini.
*****
Rama sedang mandi. Dan Dasrun masih duduk sambil memegang segelas the manis yang dibuatkan Siti tadi. Pikirannya bercabang cabang, seandainya tadi uang tidak dimasukkan ke dompet, pastilah tidak kena copet. Seandainya tadi ia tidak naik angkot yang itu… pastilah tidak kena copet. Seandainya tadi… seandainya tadi….
Sementara Siti di kamarnya, membuka lemari. Tangannya berusaha mencari sesuatu di bawah tumpukan bajunya.
Matanya terlihat lega ketika ia sudah berhasil menemukannya. Sebuah bungkusan…benda kecil yang dibungkus kain lap berwarna hijau terang. Dipakainya di jari manis kanannya, lalu diputar putar, sambil mengenang Emak. Ada butiran butiran bening menetes pelan dari ujung matanya.
“Mak… maafkan aku Mak, cincin Emak terpaksa aku jual buat makan sebulan ke depan…”
"semoga cukup untuk beli beras dan bayar sekolahnya Rama..." |
the end
tamat
fin
**************************************************
Ceritanya begini sodara sodara....
beberapa hari yang lalu, Mbak Herien, Bundanya Shishil yang cantik itu, memberiku hadiah berupa tendangan super maut !! (pinjem istilahnya Mbak Herien, hehehe..)
Tendangannya berupa sebuah tantangan untuk meneruskan cerita bersambung yang diawali dengan kisah si Dasrun. Asal muasal cerbung ini dari ide usilnya Mbak Iyha yang bosen dengan cerbung hasil karya satu orang saja. Beliau pikir akan lebih sensasional jika cerbung ditulis oleh banyak orang dan banyak versi, sehingga bisa muncul hal hal yang mungkin tidak pernah terpikir sebelumnya. Dan benar... ternyata cerbungnya berlanjut dan berkembang sedemikian rupa, (semoga gak akan sepanjang serial Tersanjung yaa...) dari sudut pandang yang bermacam macam dan gaya penulisan yang berbeda beda....
Buktikan saja, Dari kisah awalnya yang hanya sederhana, cerbung bagian kedua yang ditulis Bibi TitiTeliti , MasBro dam Little Usagi sangat jauh berbeda.... unik kan?? LIttle Usagi menggambarkan Istri Dasrun orang yang ekspresif, agak galak dan cenderung bawel. Sementara MasBro memilih istri Dasrun adalah seorang yang tidak banyak ngomong, dan pandai membaca keadaan, sangat mengerti suaminya. sementara Bibi TitiTeliti memilih menggambarkan sosok Rama, anaknya Dasrun.
Lalu bergulir terus, dari Bibi TitiTeliti menuju ke Bunda Shishil yang kemudian membuat ceritanya semakin berkembang dan menarik.... muncul karakter baru, yaitu Madi si Pencopet beserta istri dan anak anaknya. alur cerita semakin liar menakjupkan!!!!
Setelah itu, cerbung itu baru loncat ke blog kuning ini.
Aku tidak pandai menulis cerita, jadi maafkanlah jika terasa membosankan, hehehe....
oh ya, aku tamatkan ceritanya disini, meskipun masih menggantung. tak apalah, agar para pembaca bisa memiliki kelanjutan kisah ini versinya sendiri sendiri
jika ada yang berminat meneruskan...monggo silakan saja.....
Berhubung Mbak Iyha, author pertama dan Mbak Herien, author ketiga, keberatan jika kisah ini berhenti sampai di sini ... maka aku mencoba untuk melemparkan tendangan maut ini ke HENNY YARICA, ibu muda yang sedang menikmati masa kehamilan pertama. Semoga Yenny bersedia meneruskan kisah Dasrun....
:)
**********************************************************************
Berhubung Mbak Iyha, author pertama dan Mbak Herien, author ketiga, keberatan jika kisah ini berhenti sampai di sini ... maka aku mencoba untuk melemparkan tendangan maut ini ke HENNY YARICA, ibu muda yang sedang menikmati masa kehamilan pertama. Semoga Yenny bersedia meneruskan kisah Dasrun....
:)