Monday, November 19, 2012

Menanti Senja di Bale Kambang



Setelah kenyang menikmati sarapan Bakso Bakar Pak Man di Malang, Yellowlife beserta tiga temannya langsung meluncur menuju area Malang Selatan. Berbekal GPS di Galaxy Tab, dan beberapa kali berhenti untuk bertanya arah pada penduduk asli, kami pun sampai di Pantai Bale Kambang.

Alhamdulillaaaaah....




Kami menginjakkan kaki di Bale Kambang tepat tengah hari, ketika matahari benar-benar terasa di atas kepala. Pasir putihnya yang benar-benar lembut, berbentuk butiran butiran bulat seperti lada putih, tapi berukuran jauh lebih kecil dari lada, terasa panas di kaki karena memang hari itu matahari tampaknya sedang ingin berkuasa.  Tapi tentu saja, hal itu tidak bisa mengurungkan niat kami untuk melepaskan hasrat bernarsis ria di pantai. Pasir putih, laut biru dan langit yang benar-benar biru merupakan pemandangan langka bagi kami yang tinggal di daerah jauh dari pantai.

Sebenarnya sebagai tempat wisata resmi yang dikelola pemerintah daerah, Bale Kambang sudah memiliki fasilitasnya yang lengkap. Tempat parkir yang lebar, beberapa kamar mandi yang lumayan, permainan semacam flying fox dan teman-temannya, juga kios kios penjual makanan maupun cinderamata bertuliskan Bale Kambang, semuanya sudah tersedia di sana. Tapi kami berempat memilih berdiam diri menikmati angin, ombak dan keindahan laut selatan yang memanjakan mata.










Sampai akhirnya tak terasa, sunset yang ditunggu-tunggu pun mulai terlihat, Subhanallaaah, warnanya menakjubkan. Beruntung sekali kami bisa menikmati keindahan matahari terbenam di pantai selatan. YellowLife berhasil menangkap 3 warna langit yang berbeda, semoga teman-teman blogger bisa ikut menikmatinya....







Big Thanks to Dewie, Yoppy dan Mr Adhi, sudah bersedia menemani YellowLife mencari sunset di Bale Kambang.


Friday, November 16, 2012

Mencari Bunga



Pagi tadi, Aku dan Dija jalan-jalan mencari bunga, mencari kupu-kupu. Kami tinggal di wilayah pertokoan yang ramai dan penuh sesak, jadi agak susah mencari hutan kecil, atau padang rumput penuh bunga. Yang ada hanya sepetak tanah, bekas reruntuhan bangunan, yang ditumbuhi semak-semak dan bunga liar. 

Di situlah setiap pagi bermekaran bunga kecil berwarna ungu yang cantik. Tidak banyak sih, tapi sudah cukup menyenangkan Dija.




Kami mengumpulkan banyak bunga, membawanya pulang,  lalu membuatnya jadi a purple flower bouquet yang cantik.




Bunga putih di bawah ini, bentuknya juga seperti terompet, hampir sama dengan bunga ungu tadi. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Mereka sangat lucu...




Ada juga semak semak berbuah butiran hitam seperti foto di bawah ini. Ketika masih kecil dulu, teman-temanku menyebutnya 'mangsi-mangsian'. Mangsi adalah bahasa jawa yang artinya Tinta. Buah hitam kecil-kecil  itu disebut mangsi-mangsian karena ketika buahnya dipencet, akan keluar cairan hitam seperti tinta. Tentu saja akan mengotori tangan dan baju kita.





Aku mengenalkan pada Dija, buah hitam itu... sayang aku tak tahu namanya.
Pertama kali Dija menerimanya, dia langsung bersiap melahapnya. Mungkin dikiranya buah mulberry, heehehhehe....

Begitulah pagi kami hari ini...bagaimana pagi teman-teman blogger???

Saturday, November 10, 2012

Bakso Bakar Pak Man Malang



Siapa penggemar bakso???
Aku mungkin akan angkat tangan tinggi-tinggi. Tentu saja aku yakin, bukan hanya aku yang menggemari bakso kan... kebanyakan rakyat Indonesia  (ciiieeee......) pasti juga menggemari makanan yang sangat gampang di temui di mana mana ini.

Beberapa waktu yang lalu, ketika berkunjung ke Malang, Dewie--sahabatku-- berhasil menyeretku ke sebuah gang sempit. Kami lalu berhenti di depan SMPN 5 dan SMPN 9 Malang. Rupanya disitulah bakso bakar Pak Man berada. Sejak awal kami tiba di Malang, Dewie selalu saja menceritakan tentang kelezatan bakso ini. Well.. kini saatnya membuktikannya.




Bakso Bakar Pak Man tidak memiliki banyak varian isian. Satu mangkuk bakso hanya diisi oleh bakso, tahu, dan mie putih. Lalu apa kehebatannya?

Dewie pun menjawab, alasan pertama adalah baksonya benar-benar enak. Baksonya dibakar menggunakan arang, lalu di siram dengan saus khusus. Kita bisa memilih tingkat kepedasannya sesuai dengan selera kita.
Alasan kedua, Kuahnya nendang banget. Berasa kaldunya. Meskipun baksonya sudah habis, kita pasti tetap menghabiskan kuahnya karena tak rela meninggalkannya begitu saja. Alasan yang ketiga, menurutku agak tak masuk di akal, yaitu karena keunikannya. Dewie bilang, bakso ini tak pernah sepi. Selalu ramai pembeli, meskipun tempatnya bisa dibilang tidak nyaman. Bagaimana tidak.... pengelola bakso Pak Man ini tidak menyediakan meja yang layak untuk para pengunjung. Di tengah-tengahnya hanya diberi kursi panjang sempit, sehingga mau tak mau pengunjung bakso akan menikmati baksonya dengan memegang sendiri mangkuknya. Sejak Dewie menjadi pelanggan setianya tahun 2000, hingga kini tidak ada perubahan rasa, maupun prasarana pendukung. Semuanya tetap. Pembeli bakso pun tetap rela mengantri, kalo perlu mereka rela makan sambil berdiri. Nah lhoooo.....





Soal harga... ini yang menjadi masalah. Harganya lumayan premium untuk ukuran bakso di gang sempit. Satu butir bakso dihargai 1500 rupiah, sementara satu butir bakso bakar harganya menjadi 2500 rupiah. Ketika itu kami datang berempat, dan mampu menghabiskan sekitar 40 butir bakso bakar. Kebayang kan berapa yang harus kami bayar.....

tapi tentu saja, worth it banget!!!!  puas dengan rasanya.






Keunikannya lagi, setelah bakso dibakar, akan ditempatkan di satu mangkuk khusus bakso. Sementara kita akan mendapatkan satu mangkuk lagi yang berisi mie putih, tahu, dan kuahnya. Agak ribet ya? apalagi tidak ada meja....

Tapi tenang saja... semua keribetan itu terkalahkan dengan kelezatan bakso bakarnya. Dijamin deh... kita pasti baru beranjak dari situ setelah semua mangkuk benar-benar kosong...





Setelah menikmati bakso pedas panas-panas.... tentunya kita butuh sajian yang mendinginkan tenggorokan. Nah, tepat di sebelah kios bakso bakar Pak Man ini, ada sebuah gerobak penjual Es Ketan Hitam yang benar-benar menyegarkan. Sebuah paduan yang sempurna deh pokoknya.






Ada yang berencana ke Malang??
jangan lupa untuk menjadikan Bakso Bakar Pak Man ini sebagai detinasi wajib ya....

Tuesday, November 6, 2012

A Short Date With Cipu


"Cipu is in town"... aku begitu gembira ketika Cipu mengabarkan akan datang ke Surabaya. Tentu saja kami segera mengatur pertemuan, hari jam dan tanggal sudah fixed sesaat kemudian. 

Teman blogger yang belum mengenal Cipu, yuk mari mengunjungi blog beliau di http://cipuceb.blogspot.com .Nama Cipu bisa dibilang berada di deretan atas pada daftar nama-nama blogger yang paling ingin aku temui. Jangan tanya kenapa... jika teman-teman sudah sering mengunjungi blognya, pasti tahu alasannya. Dia adalah anak muda yang sangat inspiratif...



Sayangnya, Cipu tak punya banyak waktu di Surabaya. Dia hanya memberiku waktu tak lebih dari 5 jam, karena selanjutnya  harus segera terbang ke Makassar melaksanakan tugasnya. Bingung bukan main, bagaimana harus menjamu tamu penting, mengajaknya keliling surabaya hanya dalam waktu begitu singkat?
Aku pun "menyewa" 2 orang perempuan lagi untuk menemani Cipu, Nona (adikku) dan Dewie (sahabatku). harapanku sih...Semoga Cipu senang dikelilingi tiga perempuan yang (ngaku-ngaku) cantik, hihihihiiii.....




 Kami bertemu Cipu di Mall, selanjutnya tanpa membuang buang waktu, kami pun meluncur ke Jembatan Suramadu. Menjejakkan roda mobil sejenak di tanah madura, lalu balik lagi ke Surabaya. Tujuan berikutnya adalah House of Sampoerna, museum rokok milik Sampoerna. Di sana kami mengeluarkan semua jurus narsis yang kami miliki.  


Sesuai namanya, House of Sampoerna adalah museum swasta milik Sampoerna. Di dalamnya, kita bisa melihat dokumentasi keluarga Sampoerna dari awal mereka membangun "kerajaan" rokoknya. Foto-foto dan barang-barang pribadi keluarga, foto gedung-gedung pabrik rokok dari awal berdiri berikut perkembangannya hingga kini, display mesin kuno yang berhubungan dengan pembuatan rokok, koleksi kemasan rokok, koleksi iklan iklan sampoerna, hingga sumbangsih  Sampoerna pada Indonesia dalam segala bidang. 

Foto foto keluarga generasi awal

aku suka banget lihat baju pengantinya...

Kebaya yang sudah berumur puluhan tahun

Penjaga kios rokok dan pembelinya


Nona dan Cipu



Koleksi kemasan rokok dari masa ke masa


Seragam berikut perlengkapan Marching Band Sampoerna yang sudah mengharumkan nama Indonesia di pawai-pawai Luar Negri.





Bagi pecinta bangunan-bangunan kuno sepertiku, Sampoerna House adalah pilihan yang sangat tepat untuk menghabiskan sore. Karena selain museum rokok, kita juga bisa nongkrong di Cafe, foto-foto di beberapa bangunan kuno yang masih sangat terawat, atau mengagumi ibu-ibu pekerja yang sangat terampil bin cekatan membuat rokok.






Hari sudah semakin sore, sementara perut mulai mengeluarkan nyanyian-nyanyian protes. Kami membawa Cipu menikmati sajian khas Suroboyo, Lontong Balap pinggir jalan yang sama sekali gak bergengsi. Tapi alhamdulillah, tak kusangka Cipu menyukainya. "Saya kangen sama makanan pinggir jalan gini" begitu katanya.

Maka sore itu, perjalanan kami pun ditutup dengan menikmati Lontong Balap, Sate Kerang dan Es Kelapa Muda.








Sebuah kencan singkat dengan Cipu di hari jumat yang menyenangkan. Semoga Cipu juga gak kapok mengunjungi surabaya... mengunjungi kami bertiga yang sudah bikin pening kepalanya siang itu, hehehehhee......